bulat.co.id -
MEDAN | Majelis Ulama Indonesia (
MUI) Sumatera Utara (
Sumut) akhirnya angkat bicara terkait wacana
KUA akan dijadikan
tempat nikah semua agama.
MUI Sumut mengkhawatirkan kalau wacana Kantor Urusan Agama (
MUI) menjadi
tempat nikah semua agama membuat kegaduhan di tengah-tengah masyarakat.
"Kementerian Agama (Kemenag) dinilai penting melakukan dialog lintas
agama dan membuat regulasi sebelum melemparkan wacana tersebut," ujar Wakil Ketua
MUI Sumut sekaligus juru bicara Ardiansyah, Selasa (29/2/24)."Per
nikahan dalam Islam adalah ibadah yang sakral, dengan akad
nikah dua insan dihalalkan dirinya untuk berhubungan. Oleh karena itu, syarat dan tatacaranya diatur sedemikian rupa," sambungnya.Hal itu dianggap senapas dengan amanat UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 yang menegaskan bahwa per
nikahan dinyatakan sah jika dilaksanakan menurut ajaran
agama. Sehingga wacana yang dilontarkan oleh Kemenag tersebut perlu dilakukan kajian lapangan.
"Adapun rencana yang dikemukakan Kemenag menjadikan
KUA sebagai
tempat nikah semua agama, kami menyarankan agar dilakukan terlebih dahulu kajian lapangannya," ucapnya.Dialog dengan berbagai pihak lintas
agama juga penting dilakukan untuk mengetahui tentang wacana itu. Hal itu penting agar tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat."Menurutnya,berdialog dan meminta pandangan berbagai pihak lintas
agama agar tidak menimbulkan kesemrawutan yang berujung kepada kegaduhan," ujarnya.
Kemenag dinilai harusnya lebih fokus dalam penyelenggaraan haji tahun ini. Sebab jemaah haji Indonesia masih didominasi usia lanjut."Kami menyarankan agar fokus kemenag kepada penyelenggaraan haji tahun ini jauh lebih utama. Mengingat jamaah haji kita yang masih didominasi usia lanjut dan risti," ungkapnya.Demikian juga dengan potensi perbedaan awal Ramadan, agar segera disosialisasikan agar mengedukasi umat Islam. Bukan sekedar melaksanakan sidang istbat, kemudian hasilnya tetap dualisme yang tetap menjadikan polemik di tengah-tengah umat.
Selain itu Ardiansyah menuturkan, sumber daya insani di
KUA sendiri serta regulasi dan pembiayaannya juga perlu dibuat terlebih dahulu untuk menghindari kebingungan pada pelaksanaannya. Apalagi wacana tersebut belum tentu dibutuhkan umat di luar Islam karena selama ini proses per
nikahan berjalan lancar sesuai
agama masing-masing."Semestinya, ide ini tidak dilontarkan begitu saja sebelum dirembukkan hanya untuk melayani kebutuhan minoritas. Yang dikhawatirkan saudara-saudara non muslim justeru belum membutuhkan hal ini. Mengingat pelaksanaan per
nikahan mereka selama ini juga berjalan baik dan khidmat dengan tatacara
agamanya masing-masing," tutupnya.Untuk diketahui, selama ini
KUA berfungsi sebagai
tempat pencatatan per
nikahan umat Islam. Sedangkan pencatatan
nikah agama lain dilakukan di Kantor Pencatatan Sipil.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan
KUA direncanakan akan menjadi
tempat me
nikah semua agama. Hal itu katanya akan memberikan kemudahan bagi warga nonmuslim."Selama ini kan saudara-saudara kita non-Islam mencatatkan per
nikahannya di catatan sipil. Kan gitu. Kita kan ingin memberikan kemudahan. Masa nggak boleh memberikan kemudahan kepada
semua warga negara?" ujar Yaqut di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (26/2/24).Menurutnya,
KUA merupakan bagian dari Kementerian Agama dan Kementerian Agama, menurutnya adalah kementerian untuk
semua agama bukan hanya Islam.
"
KUA juga memberikan pelayanan ke
agamaan pada umat
agama non-Islam," lanjut Yaqut.Yaqut menyebut pihaknya sedang membicarakan tentang prosedur per
nikahan di
KUA untuk
semua agama. Mekanisme hingga regulasinya sedang dalam tahap pembahasan."Kita sedang duduk untuk melihat regulasinya seperti apa, apa memungkinkan gagasan ini. Tapi saya sih optimislah kalau untuk kebaikan untuk
semua warga bangsa, kebaikan seluruh umat
agama, mau merevisi undang-undang atau apa pun saya kira orang akan memberikan dukungan," jelasnya.